Senin, 06 Juni 2011

kita semua Peka

di sebuah stasiun,dekat dengan kereta ekonomi di sebelahnya,
"berapaan bu, kaloo pake ayam?" tanya Dinda
"Dua setengah," jawab si ibu itu dengan logat jawa yang kental.
"Hangat?" tanya dinda lagi

"iya masih hangat"
"Ya udah di buat enam ya Bu'e " Riani berkata lembut.
"Alhamdulillah, terima kasih Gusti Pangeran "
       Pendengaran mereka bergerak dalam diam.ke empat anak manusia itu serasa di tusuk hatinya. Rambut si Ibu yang mulai memutih tampak berjatuhan di sela-sela keringatnya. Usianya mungkin sudah enampuluhan, baju kebaya ungunya, tampak lusuh sekali, kulitnya hitam legam pekerja. Kain batiknya tampak kotor. di malam sedingin itu, Si ibu hanya bertelanjang kaki.
         sambil melihat sang ibu yang sedang menyiapkan nasi , Dinda betanya-tanya dengan hatinya,  ya ampun.. ibu setua ini, malam-malam masih mencari rezeki , kemana anaknya?  Dinda tambah tercekat melihat tangan hitam dan kurus itu menyiapkan nasi.
           Riani berdiri terdiam , kakinya terasa kaku, hatinya yang lembut bergejolak, tangannya merinding. Kalimat si ibu tadi membuat hatinya menggigil.
           " Bu'e..kok malam-malam masih jualan?" Riani bertanya sambil memegang bahu sang ibu.
           " Cari makan , Nak. Kalau ndak  jualan nasi , Mbok nda  punya uang."
            " Suaminya kemana Mbok?"
            "Sudah meninggal"
            Riani merasa menesal menaanyakan suami si mbok. Mendengar jawaban itu , hati Genta terasa ada yang menusuk-nusuk. Ia hanya bisa tertunduk dan menyalakan rokoknya. Di antara bayang asap rokok di lihatnya air muka tua yang penuh guratan usia-dalam dan menghitam-sesekali rambut si ibu yang putih jatuh di keningya, Hati Genta terlempar kesana kemari.
            Dia udah terlalu tua untuk semua ini,  batin Genta berjalan pelan sekali, bingung dan nggak  tega . Matanya menatap lampu-lampu kota Yogyakarta di ujung rel kereta.
           " Anak Mbok mana?"
           " sudah sama istrinya .. kalo siang mbecak  disitu," jawab si mbok jujur menunjuk pintu keluar stasiun.
             Sambil membungkus nasi , si Mbok berkata lagi " anak Mbok juga susah . Jadi Mbok harus jual nasi, kalo siang ke pasar, nyari kardus bekas buat mbo jual lagi, "sesekali sikut keriput nya menyeka peluh yang jatuh di keningnya.
           " kalo malam jualan nasi ?" tanya zafran.
           si Mbok menoleh ke zafran dengn wajah lelah. zafran serasa di tampar
           " Mbok sudah juaan dari sore , tapi lagi sepi, belum sampai lima lakuya." tutur si mbok sedih.
         Zafran memainkan ujung relsleting jaketnya. berdiri menatap penjual nasi itu dengan pandangan beribu makna. ada yang mengganjal di hatinya sesaat setelah mendengar jawaban itu. matanya berpindah memandang ubin stasuin yang menguning dengan lampu stasiun yang memantul pendar tidak jelas di mata zafran. ia edarkan pandangannya. jam tua stasuun menunjukan hampi pukul tiga malam . tembok tua statiun dengan cat mulai terkelupas , atap stasiun yang menghitam di sudutnya, seorang tukang beca tua yang membawa kardus ibu muda dengan wajah lelah mengantuk sedang menggendong anaknya yang terdongak tertidur lelap. zafran mengusap mukanya dengan kedua tangannya. mengehela napas panjang selaki. dan melepas sesak.
             "untung anak beli banyak,. Habis ini Mbok mau pulang badan sudah sakit semua, takut besok masuk angin."
         keempat anak manusia tu terdiam mematung, hati mereka bergerak pelan sekali seperti detik jam tua di tembok stasiun."
     " ini nak, enam nasinya. " Mbok penjual itu menyerahkan enam bungkus nasi yang di wadahi kantong plastik merah bekas seadanya.
       DInda langsung jongkok di depan si mbok lalu mengeluarkan selembar uang 50 ribuan yang di lipat rapih. dinda mengenggam tangn si mbok.
 "mbok ini aku ksih lebih ya, buat Mbok. tapi besok janji nggak usah ke pasar cari kardus. mbok tidur aja di rumah, . janji ya mbok" kata dinda pelan
       si mbok melihat uang 50 ribu di tangnya matanya membesar dan mendekatkan genggaman tangannya ke hidungnya " alhamdulillah gusti pangeran.. alhamdulillah "
          RIani mencoba untuk tidak menangis, zafran dan genta terdiam mendengar rasa syukur si mbok. dinda masih berjongkok mematung  memandang si mbok.
           "terimakasih banyak mbok. terimakash banyak " genta memegang bahu si mbok.
   mereka berempat segera berjalan masuk ke kereta , dinda dan riani menyeka mata dengna tisu. di antara malam yang jauh, dingin, dan asing, mereka masih bisa mendengan doa lelas si mbok di telinga mereka.


di kutip dari novel 5 cm


Pemuda, coba tanya hati mu.
masih banyak yg seperti itu. , tak tergerak kah? atau kah ini hanya akan ada di ranah diskusi? tentang kemiskinan, tentang ketidak adilan, tentang hilangnya hak mereka, atau kah hanya bisa teriak-teriak menuntut?
tai semua tuntutan, tak akan di dengar !
tai kalian yang selalu berwacana !
kita harus bergerak.! terkordinasi atau tidak? yang lebih parah, terfikirkan kah atau hanya kuman yang ada di media yang tak kau perhatikan di bandingkan model baru gadget atau bagian-bagian bahan untuk kepuasan modifikasi motor-mobil pemberian orang tua mu.

cukup bodohkah kau hanya terdiam? tak sempatkah memikirkan mengenai kontribusI? masih ego kah membela kepentingan sendiri, memikirkan tentang gue aku  aing dan saya?,

tak terfikirkan kan mereka? yang tak sempat memikirkan jalan keluar kemiskinan, karena mengisi perut pun sudah menguras pikiran dan tenaga , tak mengerti untuk mimpi keluar dari kemiskinan, karena berfikirpun bingung dan hal yang sulit !
        jangan meminta mereka berfikir , itu akan sulit, mengikuti perintah kita untuk mencuci piring lebih enteng dari pada berfikir. bukan merendahkan ! tapi memang sudah seperti itu , masih belum sadar?? mereka tak tak pernah terbayangkan oleh kita, sempatkah berfikir untuk mempunyai anak yang berpendidikan?, anak yang di sekolahkan ke SD padahal gratis? bagi mereka itu tidak penting ! yang penting adalah perut . kita harus menyadarkan. atau tidak membantu memikirkan jalan keluar, berkontribusilah pemuda yang di harapkan namun dianya merasa tak di harapkan.

hei generasi muda ! generasi yang katanya berpendidikan. yang katanya intelek, dan bisa BERFIKIR
sudah kau gunakan otak cerdas mu untuk berfikir ? berfikir tentang MEREKA??

kita punya potensi, namun tersembunyi
kita punya kepekaan, namun tak tersentuh
lihat media
buka mata
generasi muda di beri banyak kesenangan
buat mereka lupa arti perjuangan pahlawan dulu
selalu begitu,
bakat jiwa sosial kita tak terfasilitasi, hingga terlupakan.

aku melihat warna langit jingga,
sepertinya  indah
fatamorgana kah?
agar tumpukan sampah di bawahnya tak terpandang mata

aku melihat api unggun kecil di kelilingi para pemuda
di halaman rumah
hanya di sanakah api mu berkobar?
di lingkup kecil yang terkukung ruang

andai kau bisa melihat dari sini
di tingkat pengetahuan yang lebih banyak
menyelami informasi di bawah permukaan

kemari , lihat lebih luas
pergi ke atas bukit
lihat realita

pemuda kita tak di sadarkan hal-hal seperti ini
di biarkan berkutit di kesenangan , fatamorgana
di buat percaya, dunia berjalan sewajarnya
dirinya lebih penting di bandig MEREKA
agar bangsa kita tetap kecil,
agar bangsa kita tetap terjajah.

bangkit. ada mereka yang menunggu kita
untuk Indonesia,

aku berjuang dengan bendera indonesia, dengan gen muslim dlm pemikiran dan hati
tak perlu kita terbawa isu permusuhan agama
itu di buat sengaja untuk timbulkan perpecahan

aku hanya ingin semua sadar.
yang tau mari berbagi
yang kaya mari memberi
bagikan ilmu mu, bagikan kekayaanmu.

tanah air kita menangis, saat keegoan berjalan di atas tanahnya
dan aku tak bisa tabah, sudah terusik.


beruntung memiliki banyak sahabat dan teman yang mengerti
dan cinta indonesia.
saya harap banyak yang mau tau
kita harap banyak yang mau tau



catatn kecil.
pemuda (ASyabab)
haris rachman

0 comments:

Posting Komentar

 

About

Copyright © Asyabab Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger